Dibaca Saat Sekar Sudah Cukup Umur Ya.

Maaf ya, Mba. Ibu menulis ini dalam keadaan sangat emosional, marah, sedih, kecewa sama diri ibu sendiri, frustasi ngadepin kamu. Jadi mungkin kata-kata ibu, kalimat ibu, ini semua yang ibu rasain saat ini. Ibu cuma ingin menyalurkannnya dengan tulisan. Ibu ingin seseorang tahu isi hati ibu, ibu ingin bicara, ibu ingin ngobrol sama kamu, tapi tidak di usia kamu saat ini.

Mudah-mudahan kamu baca tulisan ini di usia yang tepat bisa menerima tulisan ini dengan baik.

Ibu sedih sekali Sekar selalu mengulang kata-kata ‘ibu jahat’ ketika ibu menegakkan aturan di rumah. Sekar ngga bisa berangkat sekolah karena aturannya berangkat tidak lebih dari jam 7.10, sekaran sudah jam 7.10, dan ibu salah bicara iya ibu akuin. Ibu salah bicara, ‘Sekar diam di kamar seharian’ yang seharusnya Sekar diam di kamar sampai jam sekolah selesai.

Ibu udah minta maaf karena salah bicara. Tapi Sekar terus menerus mengulang kalimat ‘ibu jahat’ berkali-kali.

Asal Sekar tahu ya, kalimat yang Sekar ulang-ulang itu akan masuk ke alam bawah sadar ibu, bahwa ibu jadinya meyakini bahwa ibu jahat. Ibu hanya menegakkan aturan, Mba.

Ibu baper? Iya mungkin.

Orangtua ngga boleh baper? Masa?

Coba kamu bayangin, ibu 24 jam bersama kalian, hanya kalian orang yang jadi teman ibu bicara, bermain. Lalu satu-satunya teman ibu, menginfluence ibu setiap hari dengan kalimat ibu jahat ibu jahat. Ga selamanya ibu dalam keadaan baik-baik aja. Ada kalanya ibu juga ga baik-baik aja dan ngga bisa memfilter kalimat itu supaya ga masuk ke otak ibu.

Ohiya ibu belum pernah menuliskan mungkin bahwa ibu punya track record tidak baik-baik saja dengan kesehatan mental ibu. Ibu berusaha sembuh, Mba. Tapi itu sulit ketika ibu ngga punya support system orang yang tepat. Sementara, orang yang ada di rumah, yang harusnya mensupport ibu dari jarak dekat, itu kalian. Dan ternyata ngga bisa kan?! Jadi apa? Ya ibu harus mencoba sembuh tanpa support system orang terdekat. 

Bisa?

Mungkin bisa. Tapi susah, Mba. Ibu sejauh ini merasa belum berhasil, tapi ada peningkatan. Taapi karena ibu berusaha sendiri, ibu ngga selalu bisa waras menghadapi kalian, menghadapi diri ibu sendiri juga. Sulit sekali jadi ibu.

Kadang kalau lagi ngga warasssssss banget, ibu suka ngedumel, ngga usah deh ibu punya anak dengan IQ sangat tinggi kaya kamu. Yang biasa-biasa aja lah. Ini ibunya aja IQnya ngga setinggi itu, disuruh ngadepin kamu dengan kepintaran yang luar biasa. Frustasi lah aku.

Iya harusnya ibu bersyukur, punya anak pintar, cerdas. Tapi buat ibu, ini juga beban. Karena dibalik IQ yang tinggi juga ada antrian kesulitan lain yang ibu ngga bisa handle ternyata. IQ itu kan hanya satu kamar kognitif, sementara ada 6 kamar lainnya yang ibu gatau cara handle-nya gimana.

Iya ibu tahu ibu harus minta pertolongan Allah. Tapi tahu ngga, pertolongan Allah kadang tidak instan langsung datang saat dibutuhkan. Kata orang, “itu artinya Allah mau ngajarin kita sabar menunggu sampai pertolongan Allah datang.” Sayangnya ibu ngga selalu bisa sabar, atau mungkin ibu mau belajar sabar, tapi selalu gagal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Happiness Journal #13

Journey Of Happiness